Denpasar – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali menyosialisasikan tentang hari raya Nyepi, kondisi, dan pantangannya. Terutama, kepada wisatawan mancanegara (wisman) yang berada di Pulau Dewata.
“Pertama edukasi melalui informasi yang kita pasang berupa selebaran di kamar, di lobi, dan di siaran televisi di program ruangan kita, jadi dilihat nanti informasinya secara langsung menjelaskan bahwa tanggal 11 Maret akan jatuh Hari Raya Nyepi,” kata Wakil Ketua PHRI Bali I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya di Denpasar seperti dikutip dari Antara, Kamis (7/3/2024).

Dia mengatakan edukasi terhadap wisatawan tak sebatas informasi kegiatan di hotel. Dia juga meminta wisatawan untuk memahami bahwa Nyepi dilaksanakan di seluruh Bali dan merupakan bagian dari tradisi dan budaya BaliPHRI Bali menyebut wisatawan dilarang keluar area hotel selama 24 jam penuh dari pukul 6.00 Wita hingga 12 Maret pukul 6.00 Wita.

Wisman juga diminta mengurangi keributan dan memaklumi kondisi penerangan yang sangat terbatas, karena pantangan itu menyesuaikan dengan Catur Brata Penyepian atau empat pantangan saat Nyepi.

Meski demikian asosiasi hotel ini memastikan akomodasi yang melayani saat Nyepi di Bali akan tetap menyiagakan petugas dan melayani tamu.

Rai menyebut tak ada kesulitan dalam mengedukasi wisatawan mancanegara perihal larangan saat Hari Raya Nyepi, menurutnya masyarakat dunia sudah paham sehingga bisa memilih untuk menikmati penyepian atau berwisata ke luar Bali sementara waktu.

“Sekarang Nyepi itu sudah mendunia, hanya di Bali yang bisa menutup penerbangan selama 24 jam, menutup aktivitas, tidak melakukan perjalanan, dan tidak, menyalakan api, jadi mereka sudah menyadari, banyak yang sudah tahu dan dia tidak ingin juga terganggu dua hari itu selama Nyepi,” ujarnya.

Meski banyak yang sudah mengetahui Nyepi dan datang untuk merasakan pengalaman ini, PHRI Bali menyadari tak sedikit juga yang enggan berdiam di hotel sepanjang hari.

Industri akomodasi tak memaksakan hal tersebut, mereka juga tidak menjual paket-paket Nyepi demi menggiring wisatawan, sehingga mereka melihat beberapa wisatawan mulai bergeser ke daerah sekitar Bali seperti Lombok sebagai lokasi wisata selama Nyepi.

Pada Nyepi cakka 1946 ini PHRI Bali mencatat keterisian hotel rata-rata 60 persen. Turis-turis itu justru ingin menikmati pengalaman sambil menikmati tradisi pawai ogoh-ogoh dan melasti di pantai dan turis yang memang sedang berada di Pulau Dewata saat hari tersebut.

Walaupun okupansi masih di angka 60 persen, para pengusaha pariwisata ini sepakat tidak menawarkan paket-paket Nyepi, ini juga sesuai dengan seruan bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).